Jumat, 23 Maret 2012

Hak Asasi Manusia

Konsep Hak Asasi Manusia dalam UU. Nomor 39 Tahun 1999 : telah dalam perspektif Islam Catatan Pembuka Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistic sebagai hak – hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warga kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatar belakangi oleh pembaca yang lebih manusiawi tersebut, sehingga konsep HAM diartikan sebagai berikut : “ Human rights could generally be defined as those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human beings” Dengan pemahaman seperti ini, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu common standard of achievement for all people and all nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama tentang presentasi kemanusiaan yang perlu dicapai oleh seluruh masyarakat dan Negara di dunia. Pada tataran internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Sejak diproklamirkannya The Universal Declaration of Human Right tahun1948,.

telah tercatat dua tonggak historis lainnya dalam petualangan penegakan hak asasi manusia internasional.

Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB, yaitu yang mengenai Hak Sipil dan Hak Politik serta Hak Ekonomi sosial dan Budaya. Dua konvenan itu sudah dipermaklumkan sejak tahun 1966, namun baru berlaku sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga puluh lima Negara anggota PBB.

Kedua, diterimanya deklarasi Wina beserta Program Aksinya oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi yang kedua ini merupakan kompromi antar visi Negara – Negara di Barat dengan pandangan Negara – Negara berkembang dalam penegakan hak asasi manusia.

Di Indonesia, dikhususkan tentang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah gencarnya. Keseriusan pemerinta di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pembicaraan yang serius dan berkesinambungan.

Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM dalam kerangka budaya dan system politik nasional sampai pada tingkat implementasi untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia. Meski tidak bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika internasional yang merespon gejala internasional secara positif. Adalah tahun 1999, Indonesia memiliki system hukum yang jelas dalam mengukur dan menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di Indonesia. Diberlakukannya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah progresif dinamis yang patut dihargai dalam merespon isu internasional di bidang hak asasi manusia walaupun masih perlu dilihat dan diteliti lebih jauh isinya.

Beberapa pertanyaan mendasar muncul pada waktu itu sampai saat ini. Bagaimana konsep HAM menurut undang – undang tersebut ? Sejauh mana memiliki titik relevansi dengan dinamisasi masyarakat? Bagaimana penegakannya selama ini? Seberapa besar ia mengakomodasi nilai – nilai universal ? Tulisan singkat ini tidak akan menjawab semua persoalan di atas, tetapi hanya akan mencoba menelisik persoalan HAM di Indonesia dengan melakukan pengujian terhadap instrument UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM secara sederhana dan melakukan studi komparatif dengan konsep HAM dalam Islam mengikat keberadaan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim.

Pembahasan yang diawali dengan membeberkan konsep HAM dalam kerangka UU. No. 39 tahun 1999, dilanjutkan dengan HAM dalam perspektif Islam dan diakhiri dengan analisis berupa kajian UU tentang HAM ditinjau dalam perspektif Islam. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerinta dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM).

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang – undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM).

Dalam mengatur undang – undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak – hak anak dan berbagai instrument internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Materi Undang – undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila, UUD 1945 dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.

Hak – hak yang tercantum dalam undang – undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari :

Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas.

Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.

Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing – masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.

Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakuatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.

Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga Negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.

Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang – undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal – hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.

Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Hak Asasi Manusia dalam perspektif Islam Masalah para sarjana yang melakukan penelitian pemikiran Barat tentang Negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berturut tonggak – tonggak pemikiran dan pengaturan hak asasi manusia mulai dari Magna Charta ( Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan merdeka. Nakah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut.

Kedua adalah Bill of Right ( Undang – Undang Hak 1689) suatu undang – undang yang diterima oleh parlemen Inggris, setelah dalam tahun 1688 melakukan revolusi tak berdarah ( the glorius revolution) dan berhasil melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian The American Eclaration of Indepencence of 1776, dibarengi dengan Virginia Declaration of Right of 1776. Seterusnya Declaration des droits de I’homme et du citoyen ( pernyataan hak – hak manusia dan warga Negara, 1789) naskah yang dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap kewenang – wenangan raja dengan kekuasaan absolute.

Selanjutnya Bill of Right (UU Hak), disusun oleh rakyat Amerika Serikat pada tahun 1789, bersamaan waktunya dengan revolusi Perancis, kemudian naskah tersebut dimasukkan atau ditambahkan sebagai bagian dari Undang – Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791. Beberapa pemikiran tentang hak asasi manusia pada abad ke 17 dan 18 di atas hanya terbatas pada hak – hak yang bersifat politis saja, misalnya persamaan hak, kebebasan, hak memilih dan sebagainya. Sedangkan pada abad ke 20, ruang lingkup hak asasi manusia diperlebar ke wilayah ekonomi, sosial, dan budaya.

Berdasarkan naskah diatas, Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika ke-32) meringkaskan paling tidak terdapat empat kebebasan (The Four Freedoms) yang harus diakui yakni :

Freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat)

Freedom of religion (kebebasan beragama)

Freedom from want (kebebasan dari kemiskinan)

Freedom from fear (kebebasan dari rasa takut)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar