Hak Asasi Manusia
Konsep Hak Asasi Manusia dalam UU. Nomor 39 Tahun 1999 : telah dalam
perspektif Islam Catatan Pembuka Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi
dipandang sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan
liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusia lebih dipahami secara
humanistic sebagai hak – hak yang inheren dengan harkat martabat
kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warga kulit,
jenis kelamin dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam
konteks modern dilatar belakangi oleh pembaca yang lebih manusiawi
tersebut, sehingga konsep HAM diartikan sebagai berikut : “ Human rights
could generally be defined as those rights which are inherent in our
nature and without which we cannot live as human beings” Dengan
pemahaman seperti ini, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu
common standard of achievement for all people and all nations, yaitu
sebagai tolok ukur bersama tentang presentasi kemanusiaan yang perlu
dicapai oleh seluruh masyarakat dan Negara di dunia. Pada tataran
internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan
yang sangat signifikan. Sejak diproklamirkannya The Universal
Declaration of Human Right tahun1948,.
telah tercatat dua tonggak historis lainnya dalam petualangan penegakan hak asasi manusia internasional.
Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB, yaitu yang mengenai
Hak Sipil dan Hak Politik serta Hak Ekonomi sosial dan Budaya. Dua
konvenan itu sudah dipermaklumkan sejak tahun 1966, namun baru berlaku
sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga puluh lima Negara
anggota PBB.
Kedua, diterimanya deklarasi Wina beserta Program Aksinya oleh para
wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam konferensi Dunia
Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi yang kedua ini
merupakan kompromi antar visi Negara – Negara di Barat dengan pandangan
Negara – Negara berkembang dalam penegakan hak asasi manusia.
Di Indonesia, dikhususkan tentang penegakan hak asasi manusia juga
tidak kalah gencarnya. Keseriusan pemerinta di bidang HAM paling tidak
bermula pada tahun 1997, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya
Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema tentang
penegakan HAM di Indonesia menjadi pembicaraan yang serius dan
berkesinambungan.
Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan HAM
dalam kerangka budaya dan system politik nasional sampai pada tingkat
implementasi untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan
penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia. Meski tidak
bisa dipungkiri adanya pengaruh internasional yang menjadikan hak asasi
manusia sebagai salah satu isu global, namun penegakan hak asasi manusia
di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika internasional yang merespon
gejala internasional secara positif. Adalah tahun 1999, Indonesia
memiliki system hukum yang jelas dalam mengukur dan menyelesaikan
persoalan pelanggaran HAM di Indonesia. Diberlakukannya UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia kendati agak terlambat merupakan langkah
progresif dinamis yang patut dihargai dalam merespon isu internasional
di bidang hak asasi manusia walaupun masih perlu dilihat dan diteliti
lebih jauh isinya.
Beberapa pertanyaan mendasar muncul pada waktu itu sampai saat ini.
Bagaimana konsep HAM menurut undang – undang tersebut ? Sejauh mana
memiliki titik relevansi dengan dinamisasi masyarakat? Bagaimana
penegakannya selama ini? Seberapa besar ia mengakomodasi nilai – nilai
universal ? Tulisan singkat ini tidak akan menjawab semua persoalan di
atas, tetapi hanya akan mencoba menelisik persoalan HAM di Indonesia
dengan melakukan pengujian terhadap instrument UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM secara sederhana dan melakukan studi komparatif dengan
konsep HAM dalam Islam mengikat keberadaan Indonesia yang berpenduduk
mayoritas muslim.
Pembahasan yang diawali dengan membeberkan konsep HAM dalam kerangka
UU. No. 39 tahun 1999, dilanjutkan dengan HAM dalam perspektif Islam dan
diakhiri dengan analisis berupa kajian UU tentang HAM ditinjau dalam
perspektif Islam. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerinta dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang – undang, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1
angka 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM).
Dalam mengatur undang – undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi
Manusia ditentukan dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia
PBB, konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak – hak anak dan berbagai
instrument internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia.
Materi Undang – undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat
dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila, UUD 1945 dan
TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998.
Hak – hak yang tercantum dalam undang – undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari :
Hak untuk hidup. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tentram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
syah atas kehendak yang bebas.
Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak
pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Hak memperoleh keadilan. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak
untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan
gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta
diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim
yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.
Hak atas kebebasan pribadi. Setiap orang bebas untuk memilih dan
mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk
agama masing – masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan
tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia.
Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan
tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakuatan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik
sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain demi pengembangan
dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta
mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan,
kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi
melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.
Hak turut serta dalam pemerintahan. Setiap warga Negara berhak turut
serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang
dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan
pemerintahan.
Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat
dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundang – undangan. Di samping itu berhak mendapatkan
perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap
hal – hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua,
keluarga, masyarakat dan Negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran
dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara
melawan hukum.
Hak Asasi Manusia dalam perspektif Islam Masalah para sarjana yang
melakukan penelitian pemikiran Barat tentang Negara dan hukum,
berpendapat bahwa secara berturut tonggak – tonggak pemikiran dan
pengaturan hak asasi manusia mulai dari Magna Charta ( Piagam Agung
1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John
dari Inggris kepada bangsawan bawahannya atas tuntutan merdeka. Nakah
ini sekaligus membatasi kekuasaan raja tersebut.
Kedua adalah Bill of Right ( Undang – Undang Hak 1689) suatu undang –
undang yang diterima oleh parlemen Inggris, setelah dalam tahun 1688
melakukan revolusi tak berdarah ( the glorius revolution) dan berhasil
melakukan perlawanan terhadap raja James II. Menyusul kemudian The
American Eclaration of Indepencence of 1776, dibarengi dengan Virginia
Declaration of Right of 1776. Seterusnya Declaration des droits de
I’homme et du citoyen ( pernyataan hak – hak manusia dan warga Negara,
1789) naskah yang dicetuskan pada awal revolusi Perancis sebagai
perlawanan terhadap kewenang – wenangan raja dengan kekuasaan absolute.
Selanjutnya Bill of Right (UU Hak), disusun oleh rakyat Amerika
Serikat pada tahun 1789, bersamaan waktunya dengan revolusi Perancis,
kemudian naskah tersebut dimasukkan atau ditambahkan sebagai bagian dari
Undang – Undang Dasar Amerika Serikat pada tahun 1791. Beberapa
pemikiran tentang hak asasi manusia pada abad ke 17 dan 18 di atas hanya
terbatas pada hak – hak yang bersifat politis saja, misalnya persamaan
hak, kebebasan, hak memilih dan sebagainya. Sedangkan pada abad ke 20,
ruang lingkup hak asasi manusia diperlebar ke wilayah ekonomi, sosial,
dan budaya.
Berdasarkan naskah diatas, Franklin Delano Roosevelt (Presiden
Amerika ke-32) meringkaskan paling tidak terdapat empat kebebasan (The
Four Freedoms) yang harus diakui yakni :
Freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat)
Freedom of religion (kebebasan beragama)
Freedom from want (kebebasan dari kemiskinan)
Freedom from fear (kebebasan dari rasa takut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar